Tuesday, June 9, 2009

Komitmen Muslim

Dr. Abdullah An-Nashi’, mantan konsultan kedokteran anak Rumah Sakit Malik Fahd, adalah salah satu contoh cemerlang mampu memadukan antara spesialisasi keilmuan dengan tanggung jawab dakwah kepada Allah.

la pernah pergi ke Amerika untuk menghadiri konferensi kedokteran dan dimintai masukan oleh sebagian kawan. menasihatinya dengan tiga hal:

1. Melaksanakan shalat pada waktunya dan tidak meremehkannya dengan alasan apapun.
2. Selalu mengenakan baju gamis dan syimagh, dengan catatan dibalut dengan mantel ala dokter. Hal itu dimaksudkan membangkitkan rasa bangga sebagai muslim di negen asing.
3. Komitmen terhadap dakwah.


Dr. Abdullah mengatakan, “Sebelum konferensi dimulai, berusaha keras untuk mencari dokter asal Arab supaya saya bisa duduk di sampingnya dan ia dapat mendukung saya. Dan benarlah, saya menemukan seorang dokter dengan raut muka orang Arab. Lalu saya duduk di sampingnya. Namun saya dikejutkan olehnya saat ia mengatakan kepada saya, “Cepat pergi dan ganti pakaian ini! (Jangan membuat kita gagal di depan orang asing!)” Saya berkata di dalam hati, “Seandainya saya duduk di samping orang Amerika, pasti tidak akan berkata seperti itu”


Konferensi dimulai dan sesaat kemudian waktu shalat Zhuhur tiba. Kemudian saya pun berdiri untuk shalat. Saya rnengumandangkan adzan dengan suara yang terdengar, tapi lirih. Kemudian saya melaksanakan kewajiban saya dan setelah itu kembah ke tempat saya. Satu jam kemudian waktu Ashar masuk, saya berdiri lagi untuk shalat Kemudian saya merasa ada seseorang berdiri di samping saya dalam shalat. Setelah selesai shalat, saya menoleh ke makmum itu, dan ternyata dia adalah dokter Arab yang baru saja mengkritik pakaian saya. Saya melihat matanya merah dan berlinang air mata. Lalu saya salami dia, dan dengan suara parau dia berkata kepada saya, “Terima kasih banyak. Saya tiba di Amerika semenjak 40 tahun silam. Saya menikah dengan wanita Amerika, memegang kewarganegaraan -Amerika, dan urusan keuangan dan penghidupan saya sangat baik. -Akan tetapi, demi Allah, saya tidak pernah sekalipun sujud kepada Allah selama 40 tahun itu. Dan ketika saya melihat anda melaksanakan shalat yang pertama, tiba-tiba banyak hal yang bergerak di dalam diri saya. Saya teringat akan Islam yang telah saya lupakan semenjak saya tiba di negara ini. Saya menjadi ingat kepada Allah dan ibadah kepadaNya. Saya menjadi ingat saat berdiri di hadapan Tuhan Yang Maha Perkasa pada hari yang kritis itu. Dan saya berkata di dalam hati saya, ‘Jika pemuda ini berdiri untuk shalat lagi, maka saya akan shalat bersamanya.” Dan begitu saya bertakbir bersama anda, saya langsung diliputi rasa dekat dengan Allah dan rasa takut kepada-Nya.”

Kemudian, antara saya dan dokter itu tumbuhlah hubungan vang erat. Di sela-sela mondar-mandir dengannya, saya bisa mengetahui banyak hal di Amerika dalam waktu yang singkat. Saat itu saya berharap bisa berbicara tentang Islam dan melaksanakan tugas dakwah kepada Allah dalam konferensi tersebut, tetapi kesempatan itu tidak tepat karena semua dokter laki-laki dan wanita sibuk dengan urusan konferensi dan mencari tambahan informasi dari berbagai penelitian dan rekomendasi dari para dokter.

Pada hari terakhir dalam konferensi itu, diadakan acara penutupan yang diisi dengan beberapa mata acara. Saya terkejut bahwa salah satu mata acaranya adalah permintaan dari panitia agar saya berbicara selama 5 menit tentang dua hal:

1. Mengenai alasan saya bersikukuh mengenakan pakaian ala Arab, sehingga banyak mengundang tanda tanya dari para dokter yang hadir, baik laki-laki maupun wanita.
2. Tentang perkembangan Kerajaan Arab Saudi.

Kemudian saya berkata, “Mengenai pakaian, sebagaimana anda punya tradisi dan adat istiadat yang anda pegang teguh, maka pakaian ini adalah bagian dari tradisi dan adat istiadat kami. Sehingga kami pun memegangnya dengan teguh. Sedangkan mengenai perkembangan Kerajaan Arab Saudi, alhamdulillah di sana ada kebangkitan peradaban dan perkembangan yang terlihat jelas”

Sebenarnya saya ingin sekali berbicara tentang Islam, tetapi mereka membatasi waktu saya hanya 5 menit dan mereka meminta saya untuk berbicara tentang pakaian dan perkembangan negara. Namun Allah memberikan taufiq kepada saya sehingga terlintas ide dalam benak saya -saat saya berbicara- untuk memberikan tanda tanya di hadapan mereka. Lalu saya katakan kepada mereka, “Kita berkumpul di sini untuk melakukan kajian kedokteran mengenai cairan yang ada di dalam tubuh dalam sebuah konferensi yang menghabiskan dana sekian US dolar. Akan tetapi, pada tubuh manusia seutuhnya ini apa hikmah (rahasia) di balik eksistensinya di dunia ini?”

Waktu 5 menit itu selesai dan saya hendak kembali ke tempat saya. Namun, produser yang merekam acara itu melalui video melihat bahwa para dokter -laki-laki dan wanita- tertarik dengan pertanyam yang saya lontarkan. Kemudian ia memberikan aba-aba dengan tangannya agar saya terus berbicara selama 5 menit lagi. Nah, di sini saya mendapat kesempatan untuk berbicara tentang Islam. Hanya dengan memulai pembicaraan tentang Islam, tiba-tiba seorang doktet wanita asal Barat berdiri dan berkata, “Boleh bertanya, Dokter, mengapa Rasul anda menikahi 11 orang wanita? Ini menunjukkm bahwa ia adalah orang yang suka mengumbar nafsu (seks).”

Saya menjawab pertanyaan dokter wanita itu dengan mengajukan dua pertanyaan kepadanya dan kepada sejumlah dokter yang ada:

Pertama, tolong beritahu saya, orang yang menikah karena nafsa (seks) akan memihh gadis atau janda ? Mereka sepakat bahwa ia akan memilih gadis. Lalu saya katakan kepada mereka, “Wanita pertama yang dinikahi Rasulullah ia adalah Khadijah binti Khuwailid yang berstatus janda dan berusia 40 tahun”

Kedua, pada usia berapakah nafsu seksual meledak-ledak?
Mereka menjawab bahwa kurang lebih mulai dari usia 16 tahun sampai 40 tahun, sebagai usia kesempurnaan bagi kejantanan dan kematangan akal. Saya katakan, “Rasul kami tidak menikah dengan wanita lain setelah Khadijah, kecuali setelah usia beliau mencapai 50 tahun”. Jadi, masalahnya adalah untuk kepentingan penetapan syari’at dan hikmah, bukan syahwat.”

Dokter wanita itu berkata, “Jika kami menyerah pada anda dalam konteks Rasul anda, lalu mengapa anda (umat Islam) menikahi 4 orang wanita. Ini adalah penghinaan bagi wanita?!”

Kemudian Dr. Abdullah mengajak dokter wanita itu berdialog dan berkata, “Masyarakat Barat sekarang ini seorang laki-laki menikahi satu orang wanita saja, tetapi berhubungan intim secara ilegal (haram) dengan sejumlah wanita, baik teman maupun pacar gelap. Data statistik kontemporer di Barat menunjukkan bahwa populasi wanita lebih banyak daripada laki-laki. Hubungan intim yang dilakukan lakilaki membuat kaum wanita hanya sebagai tempat pelampiasan nafsu saja. Lalu setelah si laki-laki menyalurkan libidonya, maka si wanita menjadi tidak berharga lagi baginya. Penghinaan terhadap wanita seperti apa yang lebih dahsyat dari itu?! Sedangkan agama kami mengharuskan kami untuk memperlakukan semua istri secara ma’ruf (baik) dan memberikan hak-hak mereka secara adil. Selain itu, wanita juga harus diposisikan sebagai bagian dari laki-laki, karena wanita adalah rumahnya, tempat tinggalnya dan pakaiannya. Itu adalah ikatan yang kuat di mana wanita dapat menemukan kehormatannya dan merealisasikan kewanitaannya. Jadi, manakah yang lebih agung dan lebih mulia, wahai para dokter sekalian?!”

Dokter wanita itu tidak bisa memberikan jawaban yang meyakinkan dan menelan batu. Beberapa menit setelah itu ada 4 orang dokter wanita asal Barat yang menyatakan keinginannya untuk masuk Islam.

Dr. Abdullah hanyalah satu di antara contoh-contoh menakjubkan yang mengharumkan Saudi. Ia adalah contoh bagi orang Arab muslim yang bangga dengan identitas dan agamanya. Seandainya ia tunduk kepada barat dan silau padanya -seperti yang dialami oleh banyak intelektual kita yang larut di dalamnya, dan ini sangat disayangkan- niscaya pembicaraannya tentang Islam dan bantahannya atas syubuhat (prasangka dan keraguan) tersebut tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap forum kedokteran tersebut.

Mereka benar-benar terkesan dengan rasa bangganya terhadap jati diri dan agamanya, sebelum mereka terkesan dengan ucapannya. Ini adalah surat dari kami untuk semua orang yang silau pada dunia Barat dan larut ke dalam budayanya. Hendaklah mereka mengingat ucapan Al-Faruq kita, pemimpin kita, mertua Rasul kita dan kekasih behau, Umar bin Khaththab radhiallahu’anhu,

“Dulu kita hina, lalu Allah memuliakan kita dengan Islam. Maka setiap kali kita mencari kemuliaan di luar Islam, Allah akan menghinakan kita.”

[Diambil dari”Malam pertama, setelah itu air mata” kisah-kisah mengharukan yang penuh pelajaran keimanan dan pelembut hati. Penerbit Pustaka Elba]

No comments:

Post a Comment

Followers