Beginilah seharusnya seorang muslim dibulan Ramadhan
Oleh : Abu Salma al-Atsari
Kaum Muslimin yang berbahagia, tamu yang agung telah datang mengunjungi kita, dia datang hanya sekali dalam setahun, dia senantiasa ditunggu-tunggu oleh hamba-hamba-Nya yang mukmin, yang kedatangannya akan menenangkan jiwa-jiwa manusia, yang kedatangannya akan membawa berkah dari Rabb semesta alam, dan kedatangannya penuh dengan kemuliaan dan keutamaan. Anda semua telah mengenalnya wahai kaum muslimin yang berbahagia, dia tiada lain dan tiada bukan adalah bulan Ramadhan.
Dialah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, bulan yang syaithan-syaithan dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup dan pintu-pintu surga dibuka, serta dialah bulan yang di dalamnya terdapat Lailatul Qodar, yang apabila seorang hamba beribadah di malam itu lebih baik dari seribu bulan. Segala puji bagi Alloh yang telah mengizinkan kita semua bersua dengan bulan ini.
Wahai kaum muslimin, marilah kita jadikan bulan ramadhan kita ini sebagai bulan terakhir kita, seakan-akan kita tidak akan menjumpainya lagi tahun depan. Marilah kita isi bulan ini dengan amalan-amalan yang berguna, karena Nabi yang mulia ‘alaihi Sholatu wa Salam telah bersabda :
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ (صحيح, رواه أحمد وابن ماجه و الدارمي والبيهقي عن سعيد المقبري عن أبي هريرة)
“Berapa banyak orang yang berpuasa namun hanya mendapatkan rasa haus dan lapar belaka.” (Shohih, diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah, Ad-Darimi dan Al-Baihaqi dari Abu Sa’id Al-Maqburi dari Abu Hurairoh).
Sungguh benar sabda nabi di atas karena beginilah mayoritas kaum muslimin saat ini, yang perutnya berpuasa dari makan dan minum, namun matanya, telinganya, lisannya dan hatinya tidak turut berpuasa. Mereka masih gemar berkata kotor, berdusta, mencaci maki, memandang yang haram, mendengarkan yang haram dan perbuatan-perbuatan maksiat lainnya.
Wahai kaum muslimin yang berbahagia, sungguh indah ucapan Al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqolani rahimahullahu yang berkata di dalam Fathul Bari (I/31) : “Bulan ramadhan adalah musim kebajikan, dikarenakan nikmat Alloh atas hamba-hambanya di bulan ini berlipat ganda dibanding bulan-bulan lainnya.” Oleh karena itu wahai kaum muslimin, beginilah seharusnya seorang mukmin itu di dalam bulan ramadhan :
Pertama, Berpuasa.
Ini merupakan kewajiban dan termasuk bagian rukun Islam. Makna berpuasa adalah menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkannya mulai dari waktu terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari.
Wahai hamba Alloh, sungguh besar sekali ganjaran orang yang melakukan puasa, sebagaimana dalam sabda nabi :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَبًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبْهِ (متّفق عليه)
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala maka niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq ‘alaihi).
Di dalam hadits-hadits lainnya yang shohih, sangat besar sekali keutamaan orang yang berpuasa, diantaranya adalah :
1. puasa itu adalah perisai
2. Puasa dapat memasukkan seorang hamba ke dalam surga
3. Orang yang berpuasa akan diberi pahala yang tak terhitung
4. Orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kegembiraan yaitu gembira ketika berbuka dan gembira ketika bertemu Alloh
5. Bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi dari kesturi
6. Puasa akan memberikan syafa’at bagi pelakunya
7. Puasa dapat menjadi penebus segala dosa-dosanya, dan
8. Bagi orang yang berpuasa dijanjikan masuk surga melalui pintu yang bernama ar-Royyan. Maha suci Alloh yang telah menjadikan kita sebagai orang-orang yang berpuasa.
Kedua, Qiyamul lail (Sholat Tarawih berjama’ah).
Termasuk sunnah Nabi yang mulia adalah melaksanakan sholat tarawih berjama’ah, menghidupkan malam-malam ramadhan bersama-sama kaum muslimin lainnya, sehingga dapat lebih mengikat tali persaudaraan dan silaturrahim, membuahkan rasa cinta dan itsar (memiliki kepedulian) terhadap saudara muslim sehingga dapat menyuburkan benih-benih persatuan Islam.
Rasulullah Shollollohu ‘alaihi wa Salam bersabda :
مَنْ قََََامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَبًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (متّفق عليه)
“Barangsiapa sholat malam pada bulan ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala maka niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq ‘alaihi).
Ketiga, Memperbanyak sedekah.
Sesungguhnya Nabi yang mulia ‘alaihi sholatu wa salam adalah orang yang paling gemar bersedekah terutama di bulan ramadhan. Demikian pula para sahabat beliau dan para salaful ummah.
Keempat, Memberi makan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa.
Nabi Shollollohu ‘alaihi wa Salam sangat menganjurkan untuk memberi makan kepada orang yang berpuasa, karena yang demikian ini mengandung pahala yang besar dan kebaikan yang berlimpah. Rasulullah Shollollohu ‘alaihi wa Salam bersabda :
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَائِمِ شَيْئًا (رواه أحمد و الترمذي)
“Barangsiapa memberi makan kepada orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti yang diperoleh orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikitpun.” (HR Ahmad dan Turmudzi)
Kelima, Membaca Al-Qur’an
Bulan Ramadhan adalah bulan Al-Qur’an, di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagaimana dalam firman Alloh Ta’ala :
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ القُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الهُدَى وَالفُرْقَان
“Bulan Ramadhan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang batil).” (QS Al-Baqoroh : 185)
Bahkan Jibril ‘alahi Salam setiap malam datang mengajarkan Al-Qur’an kepada Nabi. Sungguh, Al-Qur’an akan menjadi pemberi syafa’at pada hari kiamat bagi para pembacanya, sebagaimana sabda Nabi Shollollohu ‘alaihi wa Salam :
اِقْرَأُوا القُرْآنَ فََإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ القِيَامَةِ شَفِيْعًا لأَصْحَابِهِ (رواه مسلم عن أبي أمامة)
“Bacalah Al-Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at bagi pembacanya.” (HR Muslim dari Abu Umamah)
Keenam, Umroh
Umroh pada bulan Ramadhan sangat besar sekali keutamaanya, sebagaimana sabda Nabi yang mulia alaihi Sholatu wa Salam :
عُمْرَةُ فِيْ رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً مَعِيْ (متفق عليه)
“Berumroh pada bulan Ramadhan sepadan dengan haji bersamaku” (Muttafaq ‘alaihi) baik pada awal maupun pertengahan Ramadhan. Tidak ada pengkhususan tentang lebih utamanya sepuluh hari akhir di dalam berumroh. Maka hendaknya hal ini diperhatikan.
Ketujuh, Mencari malam Lailatul Qodar.
Sesungguhnya beribadah pada malam Lailatul Qodar pahalanya sama dengan beribadah selama seribu bulan. Maka hendaknya seorang muslim harus bersegera menyingsingkan lengan bajunya untuk menyambut malam yang penuh berkah ini. Karena Nabi yang mulia ‘alaihi Sholatu wa Salam bersabda :
مَنْ قََََامَ لَيْلَةَ القَدَرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَبًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبْهِ (متّفق عليه)
“Barangsiapa sholat pada malam Lailatul Qodar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala maka niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq ‘alaihi) Yaitu pada malam-malam ganjil pada sepuluh hari terakhir.
Wahai hamba Alloh apabila seorang hamba beribadah pada malam Lailatul Qodar, maka hendaknya dia mengucapkan :
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌ تُحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي (رواه الترمذي وابن ماجه)
“Ya Alloh sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan Mencintai Ma’af maka berikanlah Ma’af padaku” (HR Turmudzi dan Ibnu Majah)
Kedelapan, I’tikaf.
I’tikaf merupakan ibadah kholwat (menyendiri) dengan Alloh, menyibukkan diri hanya kepada Alloh dan memutuskan diri dari hiruk pikuk duniawi. Setiap keinginan dan detak hatinya hanya tertuju kepada Alloh dan segala kesibukannya hanyalah untuk Alloh semata. Rasulullah Shollollohu ‘alaihi wa Salam tidak pernah meninggalkan I’tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan, bahkan pada tahun dimana beliau wafat, beliau melakukan I’tikaf selama dua puluh hari.
Wahai hamba Alloh, perhatikanlah tauladan kita Rasulullah dan para sahabatnya. Tatkala di penghujung bulan Ramadhan mayoritas masyarakat muslim bersibuk ria dengan pakaian, makanan dan urusan duniawi dalam rangka menyambut Iedul Fitri, namun tauladan dan kecintaan kita beri’tikaf di Masjid, lebih berkonsentrasi di dalam beribadah kepada Alloh, melepaskan urusan duniawinya dan lebih menyibukkan diri dengan ketaatan kepada Alloh. Maha Besar Alloh, padahal beliau adalah orang yang telah dijanjikan surga oleh Alloh, dan segala dosanya yang telah lalu dan akan datang diampuni oleh Allah Al-Ghofur, namun keteladanan beliau benar-benar menunjukkan akhlak yang agung, yang tiada tandingan dan bandingannya. Subhanalloh.
Beberapa kesalahan dan bid’ah pada Bulan Ramadhan.
Wahai hamba Alloh, teladan kita adalah Rasulullah Muhammad Shollollohu ‘alaihi wa Salam dan tiada seorangpun yang lebih layak kita teladani melainkan hanya beliau. Oleh karena itu, segala amalan yang tidak dituntunkan oleh beliau dan diajarkan beliau, maka perkara tersebut adalah tertolak dan wajib kita hindari.
Diantara kesalahan-kesalahan tersebut adalah :
· Mempercepat waktu sahur dan memperlambat berbuka puasa.
· Menahan diri dari makan dan minum selama beberapa saat sebelum datang waktu subuh yang mereka sebut sebagai waktu imsak.
· Memuntahkan makanan dan minuman dari mulut ketika terdengar adzan.
· Melafazhkan atau mengucapkan niat berpuasa.
· Mempercepat sholat tarawih dan tidak adanya thuma’ninah di saat sholat tarawih.
· Membaca sholawat ataupun ucapan selainnya semisal, Shollu sunnata tarawih rak’ataini jami’aa rahimakumullahu!!! atau selainnya setiap jeda sholat tarawih. Yang demikian ini tidak ada sunnahnya dari nabi dan termasuk bid’ah yang jelek di dalam agama.
· Mengkhususkan sholat tasbih di bulan Ramadhan.
· Membaca do’a secara berjama’ah setiap setelah sholat tarawih.
· Menentukan surat-surat tertentu pada tiap-tiap roka’at sholat tarawih.
· Beranggapan bahwa memotong kuku, membersihkan telinga atau keramas pada siang hari membatalkan puasa.
Dan selainnya yang tidak pernah dituntunkan oleh Nabi yang mulia Shollollohu ‘alaihi wa Salam.
Demikianlah secuil pembahasan mengenai bagaimana seharusnya seorang muslim di bulan Ramadhan. semoga yang sederhana ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua, dan semoga Alloh Subhanahu wa Ta’ala menganugerahkan kita kesehatan dan kekuatan sehingga kita mampu melaksanakan apa yang diperintahkan Alloh dan Rasul-Nya, dan semoga Alloh masih memberi kita kesempatan untuk bertemu bulan Ramadhan berikutnya. Semoga segala amalan kita diterima oleh Alloh Azza wa Jalla dan segala dosa kita diampuni. Amin Ya Robbal Alamin.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Oleh : al-Ustadz Abu Nu’aim al-Atsari rohimahulloh
“SAHUR ! SAHUR !, BANGUN ! BANGUN ! WAKTU MENUNJUKKAN PUKUL 3.00 ! BANGUN ! SAHUR !, WAKTU IMSAK KURANG SEPULUH MENIT !!”
Fenomena ini merupakan pemandangan yang biasa kita temui pada bulan Romadlon. Karena memang, sebagian kaum muslimin masih mengakrabi yang satu ini, Imsak merupakan batas akhir waktu sahur. Ditandai dengan bunyi sirine atau sholawatan dan lainnya.
Nah, masalahnya, apakah Islam mensyari’atkannya. Bila tidak, mengapa kaum muslimin banyak yang mengamalkannya? Untuk itu, mari kita cermati dalil-dalil berikut ; Allah azza wa jalla berfirman :
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dan benang hitam yaitu fajr, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam. Al Baqoroh 187
Ayat yang mulia ini memberi petunjuk kepada kita bahwa batas akhir sahur adalah fajar (subuh). Hal ini diperjelas dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori (1916) dan Muslim (1090) dari sahabat Adi bin Hatim radhiyallahu anhu. Beliau berkata : “Ketika turun ayat tersebut, aku ikatkan tali warna hitam dan putih, lalu kuletakkan di bawah bantal. Mulailah aku melihatnya. Namun tidak jelas bagiku antara yang hitam dan yang putih. Pagi hari aku menemui Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam dan kuceritakan apa yang kualami. Beliau bersabda :”Maksud (hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam) adalah gelapnya malam dan merekahnya siang (fajr).”
Bila masih ada yang sangsi, dengan mengatakan : “bukankah fajr ada dua, fajr kadzib (dusta) dan shodiq (benar)” Kita jawab : “Bukankah hadits diatas sudah sangat jelas. Bahwa yang dimaksud adalah subuh”. Untuk lebih yakin perhatikan hadits berikut ; Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
الفجر فجران : فأما الأول فإنه لا يحرم الطعام ، ولا يحل الصلاة ، وأما الثاني فإنه يحرم الطعام ، ويحل الصلاة
Fajr ada dua : Fajr yang pertama tidak mengharamkan makan dan tidak membolehkan sholat (subuh), fajr kedua mengharamkan makan dan membolehkan sholat (subuh). (hadits shohih riwayat Ibnu Khuzaimah 3/261, Hakim 1/191 dan Daruquthni)
Aisyah berkata :
أَنَّ بِلَالًا كَانَ يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ فَإِنَّهُ لَا يُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
Bahwasanya Bilal melantunkan adzan di waktu malam, maka Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: makan dan minumlah hingga Ibnu Ummi Maktum adzan, sesungguhnya dia tidak akan adzan hingga terbit fajr. (Bukhori 1919)
وَكَانَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ رَجُلًا أَعْمَى لَا يُؤَذِّنُ حَتَّى يَقُولَ لَهُ النَّاسُ أَصْبَحْتَ
Ibnu Ummi Maktum adalah laki-laki buta, dia tidak melantunkan adzan sehingga manusia mengatakan kepadanya : “engkau telah menemui subuh”. (Bukhori).
Jelas kiranya, bahwa yang dimaksud fajr disini adalah subuh. Dengan demikian batas akhir sahur adalah waktu subuh. Bukan imsak yang banyak digandrungi orang. Bahkan sekalipun subuh telah tiba dan makanan masih dihadapan, diperbolehkan untuk meneruskan, simak hadits berikut :
إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ وَالْإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلَا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
Jika salah seorang dari kalian mendengar adzan (subuh), sedangkan piring masih berada di tangan maka jangan meletakkannya hingga menyelesaikannya. (Ahmad. Abu Dawud, Al Hakim, dan dia shohihkan disetujui Ad Dzahabi)
Syaikh Albani berkata :”Hadits ini merupakan dalil bahwa orang yang menemui fajr (terbit) sedangkan piring atau gelas masih berada di tanganya maka boleh baginya menghabiskan apa yang ada di dalamnya. Hadits ini merupakan pengecualian dari ayat diatas tadi, Dan ayat tersebut tidak bertentangan dengan beberapa hadits dan hadits ini (hadits terakhir), dan tidak juga dengan ijma’. Bahkan sekelompok sahabat dan selainnya berpendapat bolehnya sahur melebihi batas yang disebutkan oleh hadits tsb. Dan diantara faedah hadits ini adalah pembatalan bid’ah imsak sebelum fajr sekitar seperempat jam, mereka berbuat seperti itu hanyalah lantaran takut datangnya adzan subuh sedangkan mereka masih makan sahur. Apabila mereka mengetahui keringanan ini tidaklah akan terjatuh ke dalam bid’ah ini (imsak)!!
Al Hafidh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari 4/199 : “Termasuk bid’ah munkaroh yang diada-adakan orang pada zaman ini adalah dikumandangkannya adzan subuh sekitar seperempat jam sebelumnya di bulan Romadlon dan dimatikannya lampu-lampu sebagai tanda dilarangnya makan dan minum bagi yang ingin berpuasa, dengan sangkaan apa yang diadakan tadi sebagai langkah hati-hati dalam beribadah dan tidak ada yang mengetahui hal itu kecuali segelintir orang. Hal ini terus berlangsung, sampai-sampai mereka tidak melantunkan adzan maghrib kecuali setelah lewat beberapa menit, untuk meyakinkan bahwa telah masuk waktu maghrib, itu sangkaannya. Mereka menunda berbuka dan menyegerakan sahur, karena itu mereka menyelisihi sunnah dan kebaikan sangat jarang mereka dapatkan malah kejelekan yang menimpa.”
***
Sumber : Buletin Al Furqon Edisi 2 Th 1 1422 H, Halaman 16
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pembahasan lengkap bisa juga didapatkan pada Kitab/buku diantarnya sbb :
1). Kitab "Shifati shaumi An-Nabi Shallallahu 'alahi wa sallam fi Ramadhan".
Atau dalam edisi bahasa indonesia buku : "Puasa bersama Nabi Shallallahu 'alahi wa sallam"
Penerbit : Darus Sunnah Press
oleh Syaikh Salim bin Id Al-Hilali & Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid Hafidzhahumullaah.
2). Kitab "Shahih Fiqh as-Sunnah wa Adillatuhu wa Taudhih Madzahib al-A'immah".
atau dalam edisi bahasa indonesi buku : "Shahih Fiqih Sunnah, jilid 2".
oleh : Syaikh Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim Hafidzhahullaah.
Di Ta'liq oleh : Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani , Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, & Syaikh Muhammad bin shalih Al-Utsaimin Rahimahumullaah.
Penerbit : Pustaka at-Tazkia
dan kitab-kitab para 'Ulama lainnya. Semoga bermanfaat.
Baarakallaahu fiikum.
Wednesday, August 26, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment